Kesurupan adalah fenomena aneh

Kesurupan dari Sudut Pandang Psikologi, Ini Penjelasannya

Kesurupan adalah fenomena aneh. Fenomena ini sangat erat dengan klenik. Selama ini kesurupan dianggap sebagai fenomena mistis. Tapi, benarkah bahwa kesurupan adalah mistis? Apakah ada penjelasan ilmiah tentang fenomena ini?

Apa itu kesurupan?

Menurut KBBI, kesurupan adalah fenomena kemasukan setan dan atau roh, bertindak yang aneh-aneh. Jadi, kesurupan adalah ketika kamu kemasukan roh atau sesuatu yang spiritual, sehingga kamu bertindak di luar kendali.

Teman saya yang pernah kesurupan bilang, awal dia kesurupan terjadi karena dia ngelamun. Lalu ada kilasan bayangan hitam meluncur menerjang kepalanya.

Setelah itu, dia berteriak-teriak dan menggelepar. Saat kesurupan, dia berada dalam keadaan sadar, tapi dia merasa tubuhnya seolah dipakai orang lain, mulutnya digunakan makhluk lain.

Kesurupan di budaya kita

Kita sebagai orang timur sangat dekat dengan klenik. Hal mistis, dan hantu-hantuan. Mungkin itu sebabnya hantu kita lebih menakutkan daripada hantunya orang barat.

Coba lihat film horor barat. Seramnya bukan karena wujud hantunya. Cuma karena kaget. Saya menonton film Conjuring malah ketawa-ketawa.

Beda dengan hantu kita. Kalaupun misalnya saat ini ada pocong di depan saya, dan dia ngebawain aice rasa jagung, tetap saja saya teriak-teriak minta ampun.

Kita percaya dengan keberadaan hantu, kita percaya dengan keberadaan makhluk halus. Kepercayaan ini begitu kuat, sampai masuk ke alam bawah sadar kita.

Karena kepercayaan yang kental inilah, kesurupan menjadi fenomena yang jamak. Aneh dan seram, tapi tidak asing.

Kesurupan dalam psikologi

Lalu, bagaimana kesurupan dalam psikologi? Apakah ada penjelasan mengenai kesurupan?

Jawabannya ada, DSM-5 (buku manual diagnosa gangguan jiwa) menyebutkan suatu gangguan yang disebut gangguan disosiatif.

Gangguan disosiatif adalah kondisi ketika kamu kehilangan kesadaran, penginderaan, dan kendali tubuh. Artinya, gangguan disosiatif terjadi ketika kamu tidakk bisa mengendalikan pikiran dan perilaku.

Gangguan disosiatif ada banyak: kepribadian ganda, amnesia disosiatif, disosiatif fugue, dan lain-lain.
Nah, ada satu bagian yang khusus menjelaskan tentang kesurupan.

Dalam dunia psikologi, kesurupan disebut trance and possession disorder. Kesurupan adalah perasaan trans yang dicirikan dengan munculnya pengendali tubuh pengganti, seperti: arwah, dewa, setan, hewan, atau objek tak bergerak. Gampangnya, gangguan kesurupan terjadi ketika pikiran dan perilakumu dikendalikan suatu “spirit”.

Meski demikian, tidak semua kesurupan boleh dibilang gangguan. Misalnya kesurupan saat main kuda lumping atau reog. Itu tidak dibilang gangguan. Soalnya, itu adalah ritual mistik budaya. Pelakunya kesurupan karena dia rela kesurupan.

Kesurupan yang terjadi tanpa sekeinginan kita, itu baru bisa dikatakan trance and possession disorder.

Loh, jadi psikologi percaya dengan makhluk halus? Ya dan tidak, tergantung kamu nanya ke siapa. Soalnya beberapa fenomena yang kita kira kesurupan, justru bisa dijelaskan secara ilmiah.

Skizofrenia, misalnya. Skizofrenia lumayan mirip dengan gangguan makhluk halus. Gejalanya berupa delusi, susah diajak berkomunikasi, dan hilangnya kesadaran. Yang seperti ini justru kalau disembuhkan secara gaib tambah parah.

Sejujurnya ahli psikologi pun ada juga yang tidak percaya mistis. Ahli psikologi yang “kurang” percaya mistis, menganggap kesurupan sebagai bentuk histeria.

Kesurupan bisa saja terjadi ketika penderita mengalami kecemasan hebat, tetapi ditekan ke alam bawah sadar. Akibatnya, terjadi gangguan disosiatif.

Histeria semacam ini terjadi ketika seseorang memendam stres terlalu lama. Ketika kita memendam stres, terjadi represi. Ingat, stres jangan dipendam terlalu lama. Ia akan meledak saat kita lepas kontrol. Saat kita sudah lepas kontrol, katakanlah ngelamun, kita bisa saja kehilangan kendali.

Pendapat lain menganggap kesurupan terjadi karena pengaruh budaya. Ini yang saya singgung di atas.

Kalau kita tinggal di budaya yang percaya gaib, kita jadi percaya sama yang gaib. Kepercayaan kita terhadap gaib dapat mempermudah kita mengalami kesurupan.

Ini dibuktikan oleh penelitiannya Ferracutti (1996), yang bilang bahwa mereka yang punya kepercayaan kuat terhadap nilai-nilai religius lebih mudah mengalami gangguan trans disosiatif.

Cukup masuk akal bila mengingat kesurupan sering menular. Pasti pernah denger kan kasus kesurupan massal?

Kita bisa aja ikut kesurupan kalau orang lain sudah kena duluan. Karena kondisinya mencekam, otomatis kita jadi lebih “sadar” dengan hal gaib. Kita jadi lebih percaya sama “yang halus-halus”.

Saat ini psikologi berusaha melibatkan budaya daerah sebagai penyebab perilaku manusia. Makanya, psikologi juga menyebutkan kata demon dan ghost di DSM-5 dan ICD 10.

Dengan kata lain, psikologi bisa percaya keberadaan arwah, mungkin juga tidakk. Tergantung psikologi ini sedang dipakai di budaya mana, dan siapa psikolognya. Aneh sih kalau berpikir sains kok percaya klenik. Tapi ya gimana, psikologi kan sains tapi sosial.

Kalau kamu percayanya sama yang mana? Kesurupan murni karena spirit, medis, atau budaya? Masing-masing punya kelebihan dan kelemahan.

  • Spirit tidak masuk akal secara penuh.
  • Medis tidak bisa menjelaskan kesurupan arwah leluhur.
  • Budaya tidak bisa menjelaskan kesurupan karena santet (e.g. Bill Gates tidak pernah kesurupan karena santet).

Atau, jangan-jangan kamu sudah bersiap menulis komentar seperti ini:

“oh loh loh kesurupan itu kan gangguan jin?!?!?!?!”
“kok bisa kesurupan dijelaskan seperti ini. INI SALAH! KEBARAT-BARATAN!”

Agama memandang kesurupan sebagai gangguan makhluk halus. Kami juga percaya kok sama keberadaan makhluk-makhluk tak kasat mata.

Yang baru saja kami jelaskan adalah pandangan psikologi mengenai kesurupan. Dalam pandangan agama, penjelasannya bisa berbeda.

Apakah salah bahwa kesurupan itu gangguan makhluk halus? Tidak, mungkin saja itu benar.

Hanya karena kami mengajukan satu pendapat, bukan berarti pendapat lain salah, kan? Malah, apa yang kami jelaskan justru memperkuat pandangan agama mengenai kesurupan. Kami percaya bahwa ilmu logika dan ilmu agama itu saling bersinergi. Saling mengisi, saling menjelaskan.

Ilmu agama menjabarkan misteri, sementara logika membuktikan kebenaran ilmu agama. Ilmu agama menunjukkan jalan, logika menerangi. Agama menjelaskan, logika membenarkan.

Sumber: PsikologiHore.com