Jangan lupa membaca artikel tentang bisnis di > Informasi bisnis terbaik 2020.
Kadang kala adab dalam bercakap-cakap ini diabaikan saja, sehingga tidak sedikit telah membuat kesal dan tersinggung lawan bicaranya.
 Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan cara bercakap-cakap yang baik.
 Ada beberapa etika yang perlu diperhatikan agar percakapan kita menjadi berfaedah dan penuh hikmah.
 Etika Bercakap-cakap.
 1. Berbicara dengan santun.
 
 Tak jarang ada seorang yang banyak berbicara mengenai segala hal tanpa  ada faedahnya sama sekali, seolah hanya dialah yang paling tahu dan ahli  dalam segala bidang.
 Ia menganggap diamnya seseorang yang ada di depannya menandakan bahwa ia  kagum dengan pembicaraannya, sehingga ia pun memperpanjangnya.
 Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani bahwa Rasulullah SAW bersabda,
 “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di  kahirat adalah yang terbaikakhlaknya di antara kalian, dan yang paling  jauh dariku di akhirat adalah yang paling jelek akhlaknya, yang banyak  bicara, yang sombong lagi suka mengejek orang.”
 (HR. Ahmad).
Dengan kata lain, bila ingin dekat dengan Rasulullah SAW di akhirat kelak, maka baguskanlah akhlak, jangan banyak bicara dan jangan sombong apalagi suka mengejek orang lain.
 Sesungguhnya adab dan kesopanan menurut kebiasaan orang adalah dengan  memberi kesempatan yang lain berbicara, karena mereka semua memiliki  bagian untuk itu.
 Kecuali bagi anak-anak kecil dengan orang tua, hendaknya mereka  memlihara adab dengan tidak banyak berbicara kecuali sebagai petunjuk  jawaban untuk lainnya.
 (Ar-Riyadhah).
 
 
 2. Tidak Memuji Diri Sendiri atau keluarga.
 Islam melarang berbicara mengangkat diri sendiri hanya sekedar untuk  suatu kebanggaan. Termasuk dalam hal ini adalah membicarakan kecerdasan  anaknya, kekayaan, atau tentang kegesitan istrinya mengatur rumah  tangga.
 Pada dasarnya memuji diri sendiri adalah terlarang, sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surat An-Najm ayat 32.
 Allah SWT berfirman,
 الَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الإثْمِ وَالْفَوَاحِشَ إِلا اللَّمَمَ  إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ هُوَ أَعْلَمُ بِكُمْ إِذْ  أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَإِذْ أَنْتُمْ أَجِنَّةٌ فِي بُطُونِ  أُمَّهَاتِكُمْ فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى 
 Artinya:
 “(yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji  yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha  Luas ampunanNya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika Dia  menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut  ibumu; Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling  mengetahui tentang orang yang bertakwa.”
 Memuji diri sendiri menurut An-Nawawi dibagi menjadi 2 macam:
 Yang Tercela, yaitu ia menceritakannya untuk kebanggaan, menampakkan kelebihan dan tampil beda dengan yang lain.
 Yang Terpuji, jika hal itu diceritakan untk suatu kemaslahatan agama seperti amar ma’ruf nahi munkar dan sebagainya.
 3. Hati-hati ketika Bicara
 Ketika berbicara berhati-hatilah agar tidak menyinggung perasaan orang yang diajak bicara.
 Amr bin Al-Ash berkata,
 “Ketergelinciran kaki adalah tulang yang bisa diluruskan, sedangkan  ketergelinciran lisan tidak meninggalkan (orang yang hidup kecuali akan  dibinasakan) dan membiarkan (orang mati kecuali pasti akan dihidupkan  kembali).
 (Bahjatul Majalis).
 4. Tidak Terlalu Banyak Bertanya yang tidak Perlu.
 Terlalu banyak bertanya yang tak perlu serta terlalucepat menjawab suatu  pertanyaan juga merupakan hal yang harus direnungkan untuk dilaksanakan  dalam adab bercakap-cakap.
 Bukankah termasuk aib juga jika seseorang terlalu cepat menjawabsuatu  pertanyaan sebelum yang bertanya tadi menyelesaikan peratanyaannya.
 Umar bin Abdul Aziz berkata,
 “ada dua perangai yang tidak akan menjauhkanmu dari kebodohannya, yaitu terlalu cepat berpaling dan menjawab.
 (Uyunul Akhbar).
 
 
 5. Tidak Melayani Pe,bicara Rendahan dan Pandir.
 Dari Ibnu Abbas ra berkata,
 “Janganlah engkau bertengkar dengan orang penyantun dan orang pandir,  karena ornag penyantun akan membencimu dan orang pandir akan  menyakitimu.”
 (Kitab Al-Uzlah).
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
 Artinya:
 Maka Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak  terduga-duga)? tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang  yang merugi.
 (Al-A’raf: 99).
 6. Bicara Sesuai dengan Situasi dan Kondisi.
 Tidaklah layak sama sekali jika seseorang bergurau di kala tema pembicaraan sangat serius atau berusaha membuat orang tertawa.
 (kitab Ar-Riyadha an Nadhirah).
 7. Ketahui jika Lawan Bicara Bosan.
 Ibnu Mas’ud berkata,
 “Ajaklah bicara orang selama ia menghadapkan diri kepadamu dengan  pendengarannya dan memperhatikanmu dengan pandangannya. Jika engkau  melihat mereka bosan, maka berhentilah bicara.”
 (Zahrul Adab).
 8. Menghargai Pembicaraan Seseorang sekalipun lebih tahu.
 Mu’adz bin Sa’ad Al-A’war berkata,
 “Saya pernah duduk di samping Atha bin Abi Rabah, lalu ada seseorang  yang yang menyampaikan suatu hadits. Atha pun marah dan berkata,  Perangai apa ini. Sungguh saya mendengar hadits dari orang lain  sedangkan saya lebih mengetahui tentang hadits tersebut, tetapi saya  perhatikan kepada orang itu seolah-olah saya tidak tahu apa-apa.”
 (Raudhatul Uqola).
9. Tidak meninggalkan Teman duduknya hingga menyelesaikan pembicaraan.
 10. Janagn terlalu cepat Memvonis.
 
 
 11. Berusaha bercakap-cakap dengan anak-anak kecil.
 Berguna untuk melatihnya berbicara, menambah pengalaman dan pengetahuan  mereka, meguatkan akal serta menambah keberanian dan kepercayaan diri.
12. Tidak mengeraskan suara ketika berada di Majelis.
 13. Hindari Membicarakn wanita dan makanan.
 Dalam kitab Siyar A’lam an nubala bahwa Ahnaf bin Qais berwasiat,
 “Jauhkanlah majelis kita dari membicarakan waita dan makanan. Saya tidak suka orang yang gemar menyifati kemaluan dan perutnya.” 
Sumber https://mtsmafaljpr.blogspot.com/
Selain sebagai media informasi pendidikan, kami juga berbagi artikel terkait bisnis.

